Menjaga Bumi dengan Adat: Inspirasi Konservasi dari Sulawesi Selatan

Puntondo, Humas PPLH —
Krisis iklim kini bukan lagi ancaman masa depan, melainkan realitas yang sudah dirasakan di berbagai belahan dunia, termasuk di Indonesia. Namun, jauh sebelum istilah climate change dikenal luas, masyarakat adat di Sulawesi Selatan telah lebih dulu menanamkan nilai-nilai pelestarian lingkungan melalui kearifan lokal yang diwariskan lintas generasi.

Bagi masyarakat adat Sulsel, menjaga alam bukan sekadar tindakan ekologis, tetapi bagian dari identitas dan spiritualitas hidup. Setiap hutan, laut, dan sumber air memiliki nilai sakral yang dijaga melalui mitos, tradisi, dan hukum adat. Praktik ini terbukti menjadi sistem konservasi alami yang efektif dalam menjaga keseimbangan ekosistem dari generasi ke generasi.

Di Kabupaten Bulukumba, misalnya, masyarakat adat Kajang menerapkan sistem hukum adat Pasang ri Kajang yang menekankan pentingnya hidup selaras dengan alam. Mereka melarang penebangan hutan secara sembarangan dan menjaga kawasan hutan Borong Karama’ sebagai wilayah yang dianggap keramat dan harus dilindungi. Prinsip ini bukan hanya simbol budaya, tetapi juga bentuk nyata adaptasi terhadap perubahan iklim menjaga sumber air, mencegah erosi, dan menjaga keanekaragaman hayati tetap lestari.

Sementara itu, di kawasan pesisir Makassar hingga Takalar, kearifan masyarakat lokal dalam menjaga ekosistem mangrove juga mencerminkan upaya mitigasi iklim berbasis tradisi. Bagi mereka, mangrove bukan sekadar tanaman pesisir, tetapi “penjaga pantai” yang melindungi daratan dari abrasi dan badai, sekaligus menjadi habitat penting bagi biota laut.

Nilai-nilai ini sejalan dengan semangat yang terus dijaga oleh PPLH Puntondo, lembaga pendidikan lingkungan yang selama lebih dari dua dekade berkomitmen menghidupkan kembali kesadaran ekologis masyarakat. Melalui program konservasi, pendidikan lingkungan, dan kolaborasi riset, PPLH Puntondo berupaya menjembatani antara pengetahuan ilmiah dan kearifan lokal dua hal yang jika berpadu, mampu menjadi kekuatan besar dalam menghadapi krisis iklim global.

Seperti yang diulas dalam artikel “Rahasia Adat Sulsel Melawan Krisis Iklim Dunia” oleh Sulselsoul.com (2025), tradisi masyarakat adat Sulsel mengajarkan bahwa pelestarian alam bukan hanya soal kebijakan, melainkan kesadaran kolektif yang tumbuh dari nilai-nilai budaya. Inilah pelajaran penting yang relevan untuk dunia modern saat ini bahwa solusi atas perubahan iklim dapat berakar dari pengetahuan lokal yang sudah lama hidup di tengah masyarakat.

Krisis iklim menuntut manusia untuk kembali menata hubungan dengan bumi. Dalam konteks ini, apa yang dilakukan masyarakat adat Sulawesi Selatan menjadi inspirasi global: menjaga alam dengan rasa hormat, bukan hanya dengan aturan.

Sebagaimana filosofi Puntondo, “belajar dari alam untuk menjaga kehidupan”, setiap pohon, air, dan tanah adalah guru yang mengajarkan keseimbangan. Kearifan lokal bukan sekadar warisan budaya, tetapi juga panduan masa depan bagi dunia yang ingin tetap hijau dan lestari.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top